Cendikia Yang
Multi Juang
Prof. DR. Midian Sirait, Peraih
penghargaan Bintang Gerilya, Setya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II, - Satya
Lencana Penegak dan Bintang Maha Putera Utama dari Presiden Republik Indonesia,
ini semasa SMP ikut membentuk Tentera Pelajar (1945) di mana dia berjuang
sebagai Kepala Staf Batalyon Arjuna Tentara Pelajar hingga 1948(1).
Selain itu sang proffesor juga pernah menerima medali
"Hermann Tomms" dari Perkumpulan Ahli Farmasi Jerman. Diberikan empat
tahun sekali melalui penilaian 46 guru besar di Jerman(2).
Masa kecil
dinikmatinya di desa kelahirannya Lumban Sirait, Porsea, Sumatera Utara. Putera
dari Immanuel Sirait, ini sebenarnya berkeinginan masuk sekolah Belanda. Namun,
karena dia hanyalah anak seorang rakyat biasa, dia tidak berkesempatan masuk
sekolah Belanda itu. Di sekolah Belanda itu hanya anak-anak amtenar, anak
pendeta dan anak pedagang yang blasting (pajaknya) tinggi(1).
Dia pun
akhirnya masuk sekolah tingkat SD di Schakel-school, lulus tahun 1942 dan
Shiogakko lulus tahun 1943, keduanya di Porsea. Setelah itu, dia melanjut ke
Gikagako Ambacht-School di Sibolga, lulus Mei 1950. Setelah itu, dia menjadi
guru Sekolah Rakyat di Porsea (Mei - September 1945) setelah sebelumnya menjadi
ahli pertukangan kayu (Maret - Mei 1945) (1).
Kemudian, tahun
1945 dia masuk SMP di Balige, lulus 1948. Saat itu dia ikut membentuk Tentara
Pelajar, di mana dia menjabat Kepala Staf Batalyon Arjuna Tentara Pelajar. Dia
pun berjuang menyabung nyawa untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945(1).
Lalu, dia merantau ke Jakarta. Di Jakarta, di
samping menjadi guru, Midian juga sempat asyik sebagai pemimpi usaha majalah
pendidikan "Ganeça" yang didirikannya bersama teman-teman. Namun,
majalah itu tak berapa lama tutup karena kurangnya minat masyarakat pembaca.
Di ibukota Negara, dia juga melanjutkan studi di
SAA (Sekolah Asisten Apoteker), lulus 1952. Dia pun bekerja sebagai Pengarus
Obat (Asisten Apoteker) di Pabrik Obat Manggarai, milik Departemen Kesehatan
(Agustus 1952-Agustus 1953. Sambil juga sekolah di SMA (B) hingga lulus Agustus
1953, pada saat itu usianya sudah 25 tahun(1). Dinilai berbakat,
Midian ditarik Prof. Dr. B.S. Goei The, dosen reseptur pada FIPA Ul (sekarang
ITB), menjadi asistennya. Supaya tidak janggal, jadi asisten padahal belum
mahasiswa, ia pun mengambil kuliah di jurusan farmasi(2).
Dia pun menamatkan Sarjana Muda Apoteker di FIPA
UI Bandung, lulus Februari 1956. Setelah itu, Midian diangkat menjadi asisten dosen
di almamaternya. Di samping bekerja sambil kuliah, Midian juga mulai aktif di
organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Di organisasi ini dia
banyak mengasah kemampuan bermasyarakat dan kepemimpinan yang di kemudian hari
sangat dirasakan banyak memberikan pelajaran berharga sepanjang kariernya(1).
Keaktifannya di organisasi itu pula yang membuka
kesempatan baginya menerima tawaran beasiswa untuk belajar di Jerman. Informasi
beasiswa itu dia dapat dari Sabam Siagian, rekannya sesama aktivis GMKI.
Kebetulan, kala itu, Sabam Siagian, menerima undangan dari Gerakan Mahasiswa
Kristen Jerman, yang menyatakan ada kesempatan yang disediakan untuk dua orang
dengan kriteria sarjana muda. Peluang yang pas untuk Midian. Midian pun
langsung menangkap peluang itu. Kendati, dia harus menanggung sendiri ongkos
perjalanan ke Jerman. Untuk menutupi biaya itu, dia pun menjual motornya,
ditambah gaji dari perusahaan dimana dia bekerja(1).
Di Jerman, dia pun tekun belajar. Hingga meraih
gelar Sarjana Farmasi di Universitas Hamburg Jerman Barat, lulus Nopember 1956.
Kemudian, dia mengikuti kuliah sosiologi dan politik serta mempersiapkan
disertasi untuk gelar Doktor Ilmu Pengetahuan Alam di FU Berlin Barat. Dia pun
meraih gelar Doktor Rer.nat di F.U. Berlin Barat, Juni 1961. Gelar doktor, yang
tak pernah terlintas di benaknya sebelumnya(1).
Saat studi di Jerman, Midian pun mendapatkan jodoh gadis Jerman, Dra. Ellen, yang kemudian hari dianugerahi nama Kunze boru Situmorang. Semula orang tuanya kuatir, dengan menikah dengan putri Jerman, Midian akan memilih menetap di Jerman. Tapi, kekuatiran itu ternyata tak punya alas an. Sebab, dalam diri Midian telah terpatri semangat kejuangan dan kecintaan kepada negeri tercintanya, Indonesia(1).
Pada Oktober 1964, Midian pun memboyong
isterinya kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, dia melapor ke ITB,
yang telah memberikannya hak cuti di luar tanggungan Negara untuk mengikuti
studi di Jerman. Dia pun menjadi dosen di ITB. Tak berapa lama kemudian, pada
tahun 1965, berlangsung pemilihan rektor baru. Para mahasiswa pun mendekatinya
untuk mencalonkan sebagai Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, yang dijabatnya
tahun 1965-1969(1). Dosen llmu Fitokimia dan
Farmakologi ITB ini dikenal akrab dengan mahasiswa. Saking akrabnya sehingga
saat menjadi Pembantu Rektor Urusan Mahasiswa ia dijuluki "Pembantu
Mahasiswa urusan Rektor".(2)
Sebagai Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan kala
itu, dia sangat berperan dalam berbagai kegiatan mahasiswa. Kala itu terjadi
gejolak politik yang melahirkan pemerintahan Orde Baru. Midian terbilang
sebagai salah satu cendekia yang menjadi konseptor berdirinya Golongan Karya.
Sebagaimana dikemukakan Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tanjung,
bahwa Midian salah satu pemikir organisasi Golongan Karya (Golkar) di masa Orde
Baru. "Dia salah satu tokoh pendiri dan perumus doktrin Golkar"(1).
Selain itu, Akbar Tandjung juga mengemukakan,
bahwa Midian seorang tokoh yang cerdas dan konsisten untuk memberikan pemikiran
kepada bangsa dan negara, khususnya dalam memajukan kepemudaan. Midian Sirait
sebagai seorang tokoh yang peduli terhadap kepemudaan. "Pemikiran Midian
Sirait yang tertuang dalam buku tentang kepemudaan cukup strategis dalam
pembangunan telah terbukti dalam proses pembangunan Indonesia," ungkap
Akbar(1).
Menurut Akbar Tandjung, hasil karya Midian Sirait
dalam memajukan kepemudaan antara lain eksistensi organisasi kepemudaan Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI). "Dia termasuk penyumbang pemikiran tentang konsep-konsep demokrasi
dan politik di Tanah Air," ujar Akbar(1).
Midian ikut membidani lahirnya Komite Nasional
Pemuda Indonesia, 23 Juli 1973, dimana dia pernah duduk sebagai Ketua Dewan
Pembina. Semasa kulaih di Jerman, dia juga aktif sebagai Ketua Perhimpunan
Pelajar Indonesia (PPI). Organisasi ini sangat aktif di bidang politik.
"Saya mulai ikut berpolitik di Eropa, banyak datang pimpinan-pimpinan
angkatan darat. Jenderal D.I Panjaitan, atase militer di Jerman, adalah
penghubung kami. Karena atase militer datang, maka kita mulai berhubungan
dengan militer di Indonesia, tetapi di bawah pengetahuan Soekarno. Lalu saya
masuk di dalam forum anti-Komunis, karena sikap itulah yang memberikan ruang
berpolitik bagi saya," ungkap Midian. Ketika menjabat Ketua Perhimpunan
Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman, dia pun bertemu dengan Pak Harto yang sedang
berkunjung ke negara itu(1).
Atas berbagai aktivitasnya di bidang organisasi
dan politik, tahun 1968- 1978, Midian pun dipercaya menjadi anggota DPRGR- DPR
RI dan MPR. Selama di parlemen, Midian pernah memimpin Delegasi Parlemen RI
dalam pertemuan Parlemen sedunia IPU (Internasional Parliamentary Union) di
Canberra, Australia, April 1977; dan September 1977 memimpin delegasi Parlemen
RI mengahadiri pertemuan Parlemen sedunia IPU di Sofia, Bulgaria(1).
Selain itu, dia pun menjadi Manggala BP 7 untuk
P4 (1978). Setelah itu, diangkat menjabat Direktur Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan (POM) Departemen Kesehatan RI (1978-1988), merangkap anggota MPR sampai
tahun 1983(1).
Selama menjabat Dirjen POM, dia telah menetapkan
beberapa kebijakan penting, antara lain: Penetapan Daftar Obat Esensial;
Pembentukan Industri Obat Essensial Nasional (sekarang BUMN Indofarma);
Pembangunan Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan yang diakui oleh WHO mendapat
bantuan dari Pemerintah Jepang dan Pembangunan Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan yang berada di 27 propinsi; Kebijakan untuk mendirikan depo obat dalam
bentuk gudang-gudang farmasi di setiap ibukota kabupaten sebagai unit pendistribusian
obat essensial nasional sampai ke Puskesmas yang dilaksakan oleh Persero Kimia
Farma dan unit gudang Farmasi; Penyempurnaan PP 25 tentang pengelolaan Apotek
sebagai Profesi(1).
Setelah 10 tahun menjabat Dirjen POM, tahun 1988,
Midian kembali menjadi Dosen ITB. Dua tahun berikutnya, tahun 1990, dia
diangkat menjadi Guru Besar ITB dalam bidang Ilmu Kimia Bahan Alam. Tahun 1993,
dia pensiun dari Guru Besar ITB, namun masih aktif sebagai Guru Besar ISTN,
Jakarta(1).
Kemudian pada era reformasi, dia melihat Golkar yang selama ini dia ikut perjuangkan sudah makin moleng, miring. Dia melihat Golkar tidak lagi jelas arahnya, dia pun keluar dari dengan diam-diam. Lalu, bersama beberapa Tokoh lainnya, dia melihat perlunya mendirikan partai yang berasaskan nilai-nilai Kristiani. Mereka pun mendirikan Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB), yang dideklarasikan 5 Agustus 1998. "Saya bilang ke Akbar, saya akan bentuk partai tanpa menghapus Golkar dari hati saya," kenangnya. Mereka berkeinginan agar PDKB menjadi wadah bagi orang Protestan dengan Katolik dalam perjuangan politik kebangsaan. Pada pemilihan umum 1999, PDKB memperoleh lima kursi di DPR, salah satu adalah adiknya, Tunggul Sirait. Namun, pada Pemilu 2004, partai ini tak lolos ikut Pemilu, lantaran pecah(1).
Andaliman
Saat menjadi pembatu rektor ITB, Midian
mengusulkan kepada pemerintah agar tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, yang sarat
dengan obat itu terus dijaga kelestariannya. Oleh karena itu, Midian
mengusulkan salah seorang mahasiswanya untuk melakukan penelitian mengenai
mamfaat andaliman yang dalam bahasa ilmiahnya disebut zanthoxylum acanthopodium
DC(1).
Andaliman tumbuh di dataran Tiongkok, India,
Burma, Thailand, Siam, Tibet, dan daerah-daerah subtropis Himalaya. Sementara
di Tanah Batak sendiri andaliman sudah sejak lama digunakan sebagai bumbu
masak. Andaliman adalah bumbu utama dalam makanan “naniura,” masakan yang
dimatangkan dengan cara pengasaman selama 24 jam. Kombinasi antara andaliman
dengan asam memberikan rasa dan aroma yang menyengat. Apabila dicicipi akan menggetarkan lidah. ”Sejak dulu saya tertarik
pada rempah dari Bona Pagogit. Di ITB saya yang pilih mahasiswa untuk membuat
skripsi tentang andaliman. Karena tanaman ini jarang di dunia. Dia tumbuh di
daratan dengan ketinggian 1000 meter lebih, seperti di daerah Siborong-borong
dan Humbang-Hasundutan. Tanaman ini sudah mulai habis. Dia hanya tumbuh liar.
Maka, saking tertariknya saya, saya minta mahasiswa untuk menjadikannya bahan
sebagai bahan penelitian,” ujar matan guru besar ITB itu(1).
Midian ketika itu menunjuk mahasiswanya, Maruap
Siahaan, seorang mahasiswa jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Maka, jadilah sikripsi berjudul
Pemeriksaan Minyak Atsiri dan Isolasi Senyawa Getir dari Buah Andaliman. Dan
pembimbing utama sendiri tak-lain-tak-bukan adalah Professor Dr. Midian Sirait(3).
Pencinta
Pendidikan dan Lingkungan hidup
Setelah pensiun, bukan berarti Prof. DR. Midian
Sirait berhenti berkarya dan berjuang. Midian pun masih beraktivitas terutama
dalam dunia pendidikan yang amat dicintainya. Dia pun mendirikan Yayasan Tenaga
Pembangunan Arjuna di Porsea(1).
Yayasan
TP Arjuna ini memiliki visi Pembangunan Bangsa dan Negara adalah merupakan hak
dan tanggung jawab setiap warga negara Indonesia. Yayasan T.P. Arjuna Perguruan
Prof. DR. Midian Sirait sebagai wadah pengabdian para eks pejuang kemerdekaan
turut membantu pemerintahan dengan menyelenggarakan pendidikan formal maupun
non formal, melestarikan kebudayaaan dan mengembangkan pariwisata(1).
Sedangkan misinya adalah bahwa untuk mencapai
tujuan Yayayasan TP. Arjuna Perguruan Prof. DR. Midian Sirait sebagai
partisifasi akatif dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia,
serta untuk membentuk manusia seutuhnya yang berpendidikan, berkepribadian berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945(1).
Secara operasional, yayasan ini telah mengelola
SMK Farmasi, Akademi Farmasi dan Akademi Perawat di Porsea. Sekolah dan Akademi
ini memiliki fasilitas yang terbilang lengkap. SMK Farmasi memiliki
Laboratorium Formulasi Resep, Laboratorium Farmakognosi dan Mengenal Alat
Kesehatan, Laboratorium Kimia, Laboratorium Komputer, dan Laboratorium Bahasa
Inggris(1).
Akademi Keperawatan, selain memiliki Ruang Kuliah
dan Aula, juga Laboratorium Keperawatan, Laboratorium Komputer, Laboratorium
Bahasa Inggris, Perpustakaan, Asrama Putra /I dan Transportasi ke lokasi
Praktek(1).
Begitu pula Akademi Farmasi memiliki Laboratorium
Formulasi Resep/Teknologi Farmasi, Laboratorium Formulasi Steril, Laboratorium
Kimia Analisa, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Farmakologi,
Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium Bahasa Inggris, dan Laboratorium
Komputer(1).
Selain peduli pada dunia pendidikan, Midian juga
seorang pencinta lingkungan. Karena cintaanya pada Danau Toba, dia ikut
mendirikan Yayasan Perhimpunan Pecinta Danau Toba, dan menjadi ketuanya yang
pertama. Semula dia tidak keberatan dengan pembangunan pabrik bubur kayu
Indorayon di Porsea. Tetapi ketika Indorayon merusak lingkungan di sekitar
Danau Toba, Midian tampil di depan bersama beberapa pencinta lingkungan
lainnya. Mereka pun dengan gigih memperjuangkan penutupan Indorayon karena
terbukti telah merusak lingkungan, terutama limbahnya yang menimbulkan bau
menyengat. Pabrik pulp itu pun telah merusak tanaman warga, juga merusak Danau
Toba. Midian pun menemui Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Lingkungan Hidup ketika
itu. Sarwono menjajikan akan mendatangkan konsultan dari Amerika Serikat untuk
meneliti apa yang terjadi di Porsea(1).
Penelitian itu disetujui oleh Indorayon. Delapan
orang tim dari Amerika Serkiat segera melakukan penelitian. Tapi ternyata
penelitian itu dibiayai oleh Indorayon, bukan oleh negara. Jadi begitu
penelitian selesai, laporan disampaikan ke Indorayon. Karena, menurut
undang-undang Amerika Serikat, siapa yang membayar untuk consulting, maka dia
yang terima laporan(1).
Midian merasa dikibuli. Lalu, Midian mengundurkan
diri, karena merasa tidak bisa maksimal memperjuangkan kepercayaan masyarakat
yang sudah diserahkan kepadanya. Namun, dia masih menulis surat ke Habibie,
temannya ketika di Jerman. Saat itu Habibie sudah menjadi Presiden. Tak lama
kemudian, dia dipanggil Presiden sebagai Ketua Yayasan Pecinta Danau Toba.
Midian pun menghadap didampingi ketua penasihat yayasan Jenderal Maraden
Panggabean. Mereka pun meminta Habibie untuk menutup Indorayon. Apalagi Sintong
Panjaitan, yang ketika itu sebagai asisten khusus presiden, menambahkan bahwa
dampak yang diberikan Indorayan sudah sedemikian parah(1).
Habibie memerintahkan Indorayon ditutup. Begitu
pula ketika era Presiden Abdurahman Wahid, menegaskan kalau sudah ditutup ya
ditutup saja. Namun pada masa pemerintahan Megawati, Menteri Tenaga Kerja,
Jacob Nuwawea, ketika itu didatangi Indorayon dengan alas an masyarakat butuh
pekerjaan. Di samping itu disebut Indorayon sudah punya teknologi baru.
Indorayon pun berganti nama menjadi menjadi Toba Pulp Lestari. Tidak lagi
memproduksi rayon, hanya pulp, sehinga tidak lagi menimbulkan bau busuk(1)
Di masa tuanya, Midian Sirait masih terus bekerja, sesekali membantu perusahaan obat yang didirikannya bersama anaknya, Poltak Michael M Sirait. Barangkali, tak banyak yang tahu tentang keterlibatannya dalam penyelamatan Danau Toba, yang dirusak oleh gelombang kapital yang menjarah dan merusak danau kedua terbesar di dunia itu. Perjuangannya untuk mensucikan Porsea, dari mana air Danau Toba melintas mengikuti lekak-liku Sungai Asahan sebelum tumpah ke Selat Malaka, akan tetap dikenang. Midian, yang di usia senjanya harus menjalani cuci darah dua kali seminggu akan tetap menjadi ilham bagi orang Batak dalam perjuangan mereka untuk mempertahankan tanah kelahiran mereka(3).
Disadur oleh: Baharuddin Togatorop
Sumber: - Cendikia Multi Juang http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2529- cendekia-multi-juang.
- Midian Sirait: Apa dan Siapa PDAT Tempo. http://situs.opi.lipi.go.id/humboldt/
- Hotman J Lumban Gaol ” Midian Sirait: Penyelamat Danau Toba dan Andaliman”. (http://tokohbatak.wordpress.com/2010/06/09/midian-sirait-prof/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar